Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Wapres Kamala Harris: AS Dukung Filipina Lawan Intimidasi di Laut China Selatan
23 November 2022 1:25 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Wakil Presiden Amerika Serikat (AS), Kamala Harris , menegaskan pihaknya akan mendukung Filipina dalam menghadapi intimidasi dan paksaan di Laut China Selatan .
ADVERTISEMENT
Komitmen ini disampaikan saat Harris mengunjungi Pulau Palawan di perairan yang disengketakan itu pada Selasa (22/11).
Pernyataan Harris menggema di atas kapal penjaga pantai Filipina yang berlabuh di Teluk Puerto Princesa. Dia tidak secara langsung menyebut China. Tetapi, Harris merujuk pada China ketika menggarisbawahi dukungan AS terhadap sekutunya, Filipina.
"Kita harus membela prinsip-prinsip seperti menghormati kedaulatan dan integritas wilayah, perdagangan sah tanpa hambatan, penyelesaian sengketa secara damai, dan kebebasan navigasi dan penerbangan di Laut China Selatan, dan di seluruh Indo-Pasifik," tegas Harris, dikutip dari Reuters, Rabu (23/11).
Harris adalah pejabat tertinggi AS yang pernah mengunjungi Pulau Palawan. Wilayah tersebut merupakan daratan Filipina terdekat dari Kepulauan Spratly di Laut China Selatan.
ADVERTISEMENT
Beijing telah mengeklaim hampir seluruh Laut China Selatan.
Wilayah yang diperebutkan dengan ganas ini diyakini mengandung cadangan minyak dan gas, serta dilalui perdagangan yang menghasilkan triliunan dolar setiap tahunnya.
Putusan pengadilan arbitrase di Den Haag kemudian menyebut klaim China tidak memiliki dasar hukum pada 2016.
Sehingga, kemenangan berpihak pada Filipina. Walau begitu, Manila tidak dapat menegakkan putusan tersebut.
Sejak saat putusan itu dikeluarkan, Filipina telah mengajukan ratusan protes atas tindakan-tindakan yang mereka yakini adalah pelanggaran oleh penjaga pantai dan armada penangkap ikan China.
Harris lantas menegaskan kembali dukungan AS atas putusan arbitrase. Dia menekankan, keputusan itu mengikat secara hukum.
"Amerika Serikat–dan komunitas internasional yang lebih luas–memiliki kepentingan besar di masa depan kawasan ini," jelas Harris, dikutip dari AFP.
ADVERTISEMENT
"Sebagai sekutu, Amerika Serikat mendukung Filipina dalam menghadapi intimidasi dan paksaan di Laut China Selatan," lanjut dia.
Perjalanan simbolis ini merupakan bagian terakhir dari kunjungan Harris yang dimulai dengan pembicaraan dengan Presiden Filipina, Ferdinand Marcos Jr, di Manila pada Senin (21/11). Konfrontasi baru sempat meletus menjelang kedatangannya ke Palawan.
Angkatan Laut Filipina menuduh, sebuah kapal penjaga pantai China menyita puing-puing roket China secara paksa. Padahal, para pelaut Filipina sedang menariknya ke sebuah pulau yang dikuasai Filipina.
China menyangkal tudingan tentang paksaan tersebut. Menyinggung 'pergolakan' di kawasan tersebut, Marcos Jr menyebut ikatan AS-Filipina menjadi semakin penting saat berbicara kepada Harris.
Harris lalu menegaskan komitmen AS untuk membela Filipina di bawah Perjanjian Pertahanan Bersama 1951. Kesepakatan ini mewajibkan sekutu saling membantu bila salah satu pihak diserang. AS dan Filipina juga memiliki pakta EDCA 2014.
ADVERTISEMENT
Pakta tersebut memungkinkan militer AS menyimpan peralatan dan pasokan pertahanan di lima pangkalan Filipina. AS juga dapat menempatkan pasukannya secara bergilir di kelima pangkalan.
Ketegangan regional tengah meningkat akibat pertikaian seputar Taiwan. Menilik situasi, AS berusaha memperbaiki hubungan dengan Filipina. Kerja sama negara itu menjadi penting bila terjadi konflik.
Namun, hubungan antara kedua negara sempat mengalami keretakan di bawah pemerintahan mantan Presiden Filipina, Rodrigo Duterte.
Pasalnya, dia lebih menyukai China daripada mantan penguasa kolonial negaranya, AS. Sementara itu, Marcos Jr berupaya untuk mencapai keseimbangan. Dia bersikeras tidak akan membiarkan China menginjak-injak hak maritim Filipina.
Kunjungan Harris menyampaikan komitmen kuat terhadap posisi klaim maritim Filipina. Tetapi, analis meyakini, perjalanan tersebut juga menggarisbawahi perlunya implementasi lanjutan EDCA.
ADVERTISEMENT
"AS tidak dapat melaksanakan kewajibannya secara memadai bila terpaksa berdiam beberapa ribu kilometer jauhnya di Jepang atau Guam," papar Direktur Institute for Maritime Affairs and Law of the Sea di Universitas Filipina, Jay Batongbacal.